Pada bulan Syawal di tahun ke 5 hijriyah tahun 627 Masehi, ummat Islam berada dalam tekanan akibat pengepungan kaum kuffar yang dimotori Yahudi Bani Nadhir karena kedengkian terhadap kaum Muslimin. Semua bermula dari popularitas Islam di Madinah yang mengancam eksistensi ajaran Yahudi dan agama kaum Quraisy di Jazirah Arab.
Sebuah persekutuan dibentuk, kaum Yahui bersekutu dengan suku-suku Quraisy. Akhirnya meledaklah perang Ahzab yang juga disebut Perang Khandaq yang artinya parit. Dinamakan demikian karena parit menjadi strategi utama dalam peperangan ini.
Pada saat itu kaum muslimin di Madinah menggali parit di sebelah Utara kota Madinah untuk menahan serangan dari pasukan sekutu. Perang Ahzab ini berlangsung di Madinah pada tahun 5 Hijriyah atau 627 Masehi. Parit dibuat dengan panjang 5.544 meter, lebar 4,62 meter, dan dalam 3.234 meter. Parit ini menghubungkan Harrah Waqim dan Harrah Al-Wabrah, terbentang dari utara hingga selatan Madinah.
Menurut catatan sejarah, dalam perang ini jumlah pasukan kaum Muslimin kalah jauh dengan pasukan sekutu. Diriwayatkan bahwa pasukan Muslimin hanya terdiri dari 3.000 orang, sedangkan pasukan sekutu ada 10.000 orang. Pasukan Muslimin dipimpin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan pasukan sekutu dipimpin oleh Abu Sufyan. Pasukan sekutu terdiri dari Bani Quraidzah, Bani Nadhir, kaum Ghathafan, dan kaum Quraisy.
Allah Swt. berfirman:
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu menambah keimanan dan keislaman mereka.” (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 22)
Inilah sikap kaum muslimin yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika berada dalam tekanan akibat besarnya jumlah musuh. Gentar terhadap musuh bukanlah sikap seorang mujahid sejati. Takut dan cemas manusiawi, namun, keyakinan akan janji Allah Ta’ala menepis semua ketakutan dan kecemasan. Kematian di jalan Allah merupakan perjamuan dengan janji-janji Alllah. Ketika menghadapi tantangan bukan menjadi ciut dan lemas serta kehilangan semangat tetapi justru menambah keimanan dan ketundukan kepada Allah Ta’ala.
Hari ini, gerakan-gerakan keislaman di Indonesia termasuk Hidayatullah sedang membuat parit Khandaq. Dimulai dari titik koordinat di Madinah membentang hingga ke berbagai wilayah di dunia, termasuk di Natuna, pulau terluar Indonesia, dimana Hidayatullah telah menghadirkan rumah Qur’an dan akan dibangun Sekolah Tapal Batas oleh BMH Kepri, untuk melindungi generasi muda dari gerakan demoralisasi.
Panjang parit Khandaq yang tadinya 5.544 kini memanjang ratusan ribu kilometer, untuk melindungi kaum muslimin dari kepungan musuh-musuh Islam dari segala penjuru, sekaligus benteng perlawanan. Musuh-musuh Islam adalah mereka yang gelisah ketika dakwah semakin semarak, ketika semakin banyak yang hijrah ke jalan yang lurus. Mereka khawatir Islam akan eksis dan menguasai sektor-sektor kehidupan khususnya ekonomi.
Para kader terus bergerak, dengan segala keterbatasan, bahu membahu membuat parit hingga ke pelosok pulau, seperti kampung muallaf dan pedalaman suku terasing, banyak di antara mereka bukan ahli ilmu tetapi atas dasar ketaatan harus memikul amanah tarbiyah dan dakwah. Mereka kerap harus bertahan hidup sambil terus bergerak menggali parit. Parit yang menjadi saksi keyakinan para kader akan janji-janji Allah Ta’ala.
Pada perang Ahzab pertolongan Allah Ta’ala turun berupa angin topan yang kencang dan udara dingin, membuat pasukan musuh lari kocar-kacir. “Allah Ta’ala telah membuat mereka kedinginan seperti yang kita alami, tetapi kita mengharapkan apa yang tidak mereka harapkan,” ujar Hudzaifah melaporkan kondisi terakhir kekuatan musuh saat itu.
Kaum kafir akhirnya pulang tanpa hasil apa pun kecuali kekecewaan. Allah Ta’ala berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 25, “Dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, lagi mereka tak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang Mukmin dari peperangan. Dan Allah Mahakuat Lagi Mahaperkasa.”
Kita senantiasa berdoa semoga suatu saat ummat Islam mendapatkan bantuan “invisible hand” meski harus disadari kualitas iman masih jauh dari kualitas sahabat-sahabat Rasulullah dan kaum muslimin yang terlibat dalam perang Ahzab.
Rakernas Hidayatullah 1443 H/2021, bukan semata konsolidasi organisasi, orientasi dan sosialisasi yang akan memicu semangat baru dan keyakinan dalam menunaikan amanah, tetapi juga sebagai ikhtiar mengundang pertolongan Allah Ta’ala dari kepungan musuh-musuh Islam. Allahul musta’an.
*Mujahid/Tanjungpinang, 23 Rabiul Akhir 1443 H