Setelah dilaksanakannya Daurah Murabbi di Batam yang diisi pemateri para asatidz dari Dewan Murabbi Pusat, tergambar bahwa betapa strategisnya peran institusi murabbi dalam sebuah haraki, termasuk di Hidayatullah. Karena institusi ini bertugas melahirkan para murabbi yang akan bertanggungjawab terhadap halaqah-halaqah yang dibentuk.
Halaqah yang secara bahasa bermakna lingkaran kecil dan secara istilah bermakna sistem pendidikan yang berkelanjutan tentu membutuhkan murabbi yang memiliki kualifikasi tertentu, di Hidayatullah, kualifikasi itu terkait erat dengan pemahaman konsep jati diri Hidayatullah dan ketauladanan.
Daurah murabbi merupakan upaya standarisasi terkait kompetensi dan persepsi setiap murabbi terhadap pola gerakan pembinaan melalui halaqah. Suatu kehormatan bagi setiap kader yang diamanahi sebagai murabbi halaqah, karena merupakan tugas mulia mewarisi sistem pendidikan tertua yang diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Untuk menjadi murabbi halaqah tarbiyah (kaderisasi) setiap murobbi memang dituntut untuk meningkatkan kualitas diri baik dari sisi ruhiyah mau tsaqafah keIslamannya, namun untunglah mainstream gerakan Hidayatullah ada dua yaitu tarbiyah dan dakwah sehingga tentu ada dua karakter halaqah yaitu halaqah tarbiyah (kaderisasi internal) dan halaqah dakwah (pembinaan eksternal). Segmentasi halaqah tarbiyah adalah kalangan internal yang telah mengikuti marhalah sementara halaqah dakwah segmentasinya objek dakwah (mad’u), halaqah dakwah ini tahapan sebelum masuk ke halaqah tarbiyah.
Meski tidak formal dan terukur (kultural) sebenarnya para kader Hidayatullah sudah lama bergerak membentuk halaqah dakwah di kalangan pengusaha, nelayan, petani, jurnalis, dokter, birokrasi, legislatif, yudikatif dan profesi lainnya. Di ruang halaqah dakwah ini, setiap kader otomatis berfungsi sebagai murabbi sektoral, sesuai kecendrungan dan minatnya.
Pendekatan pengelolaaan halaqah dakwah ini bisa menggunakan sistem meritokrasi yang dalam kamus bahasa Indonesia berarti sistem yang memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi, bukan karena kekayaan, senioritas, dsb. Konsep meritokrasi sudah diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sejak 14 abad silam.
Sebagaimana ketika beliau menunjuk Amr bin Ash untuk memimpin sebuah peperangan yang besar melawan suku Arab yang hendak menyerang kota Madinah, saat itu Amr bin Ash baru tiga bulan memeluk Islam, ia harus memimpin para senior seperti sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab dan yang lainnnya. Dalam referensi sejarah diantara pertimbangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menunjuk Amr bin Ash, karena latar belakang keahliannya berperang, racikan strateginya kemudian berhasil mengantarkan pasukan ummat Islam saat itu berhasil meraih kemenangan.
Murabbi halaqah dakwah bertugas membawa benang hijau (korelasi) yang ditarik dari manhaj sistematika wahyu ke berbagai sektor kehidupan. Inilah mungkin yang disebut ekspansi konsepsi dan alih konsepsi secara gradual (perlahan) dan ajek (tertib). Yang pada akhirnya manhaj nabawi sistematika wahyu insya Allah akan memberikan sibghah (warna atau pengaruh) dalam tatanan masyarakat dan denyut nadi kehidupan di berbagai sektor. Wallahu a’lam bisshawab. /Mujahid. Tanjungpinang, 3 Rabiul Akhir 1443 H